Minggu, 23 Agustus 2015

Dari Tunaikan Rindu Hingga Cicipi Kuliner


Agustus yang biru. Bulan yang membuat saya cukup bahagia sebab selain dapat membina siswa yang unjuk gigi di ajang DBL (Develompental Basketball League) Lampung Series 2015 untuk kategori Journalistic Competition, saya pun akan seberangi Selat Sunda. Ya, meski kota yang akan dijajaki masih terhitung dekat dengan Lampung--tempat tinggal saya. Ya, sejak awal bulan saya ingin segera labuhkan kaki di kota yang khas dengan sate bandeng itu. Betapa tidak, keinginan yang cukup membumbung, rindu ingin segera ditunaikan bertemu kembaran saya. Destiana namanya.

Tapi, saya tidak bisa langsung berangkat begitu saja. Seperti yang singgung tadi, saya mesti dampingin siswa dulu, Salsabilla Sastra--siswa bimbingan saya di ekksul jurnalistik. Siang ini satu tulisan harus kami kelarkan, Sabtu, (15/8/2015). Targetan Salsa membuat feature sebab katanya, juri akan lebih jatuh cinta dengan tulisan feature, selain liputan berita. Ok, kami turuti. Bidikan objek kami adalah pedagang kami lima yang mendapat "cipratan" tambahan rezeki dengan adanya DBL ini. Ia bernama Dayanti. Pedagang asal Pakiskawat yang ramah dan murah sekali menjawab semua pertanyaan yang diajukan Salsa. Oke, data feature segera dieksekusi. Tak tik tak tik.... alhamdulillah, tak perlu membimbing terlalu lama hari ini, satu tulisan dengan segera dilayangkan di blog DBL Indonesia. PR kami hanya tersisa satu tulisan. 

Usai mendampingin, saya segera menelpon taksi yang akan membawa saya menuju Serang. Tidak menunggu lama, saya segera melesat ke dalam taksi setelah mampir dahulu di Central Plaza untuk tunaikan salat zuhur. Taksi melaju pukul dua siang. Saya menargetkan tidak akan terlalu larut untuk tiba di sana sebab saya sedikit khawatir berangkat seorang diri. Tapi sayang, ekspektasi saya salah. Saya diajak muter-muter untuk menjempur satu demi satu penumpang. Ehm, sempat kesal, tapi ya sudahlah. Yang penting saya Sabtu ini mesti sampai di Serang.   

Pukul 17.00 saya tiba di Bakauheni. Saya sedikit kebingungan hendak ke arah mana untuk membeli tiket kapal. Kemudian saya masuk ke mini market sebentar, bertanya-tanya sejenak, dan yap satu tiket seharga 15 ribu sudah di tangan. Kebingungan tidak berhenti di situ. Saya kembali lagi bingung menuju dermaga berapa. Maklum perjalanan perdana seorang diri. Tak lama, seorang gadis cantik membawa gitar di punggungnya. Ia juga sempat bingung hndak ke dermaga berapa. Tapi untunglah, kami segera diberi tahu untuk segera ke dermaga 1. 

Perempuan bergitar itu, akhirnya berkenalan dengan saya. Saya langsung menebak kalau dirinya pasti anak band. Ternyata saya salah. Ia memang sengaja membeli gitar karena menyukai alat yang dipetik itu. Perempuan itu bernama Aryathi. Ternyata perempuan yang usianya dua tahun di bawah saya adalah pekerja menjaga jam tangan di Chandra Tanjung Karang. Obrolan kami menghangat hingga akhirnya kami tahu bahwa rumah kami berdekatan, hanya beda RT. Kami bergelak, mungkin karena sama-sama malu kurangnya sosialisasi diri.

Kapal terus berlayar. Sudah separuh Selat Sunda diseberangi. Senja kali ini indah. Langit kuning, saya nikmati bersama dengan para penumpang kapal. Satu Pop Mie dan salat jamak magrib-isya tertunaikan, saya duduk manis lagi di kursi yang sama. Tapi kali ini, kursi saya dan Aryathi ditemani dengan dua sosok pria. Saya tidak peduli. Saya segera mengoperasikan laptop saya sebab tugas perangkat pembelajaran harus segera saya rampungkan. Salah satu pria di antara mereka menegur saya. Ia mengira, saya seorang mahasiswa. Ia langsung menebak kalau saya alumnus Unila. Saya terkekeh sejenak. Saya bilang, saya pengajar Bahasa Indonesia di SMA IT Ar Raihan. Nama sekolah yang masih asing di telinganya. Tak apalah, kualitas tak melulu harus terlihat dan tercium dari jauh. 

Nama pria itu Pak Imam. Asalnya asli Jakarta. Istri dan anaknya juga ada di sana. Beberapa percakapan kami terjalin. Pria yang berkaca mata itu mengungkapkan identitasnya. Dia ternyata Wakil Manajer Gramedia. Wah, luar biasa. Sudah deh, obrolan kami lanjut kembali. Kali ini kami membahas buku. Saya pun bertanya, kalau komunitas FLP mngadakan kerja sama bagaimana. Tanpa berpikir panjang, Pak Imam segera meng-OK-kan. Saya senang.

Pak Imam sempat sedikit mengeluhkan keadaan penjualan buku di toko-toko buku kini agak menurun. Bukan karena hadirnya toko-toko buku, melainkan kini maraknya buku dalam e-book. Ya, ini adalah imbas kemajuan teknologi. Saya menandaskan, bagaimana pun maraknya e-book, buku dalam bentukan cetak tetap saja tidak bisa tergantikan. Perjumpaan kami berakhir ketika saya dan Aryathi harus segera naik ke bis menuju kota tujuan kami masing-masing.

Bima Suci, nama bis merah yang kami taiki. Tidak lama kami menunggu, bis langsung melaju. Malam Minggu yang asyik bagiku. Menjejaki perjalanan seorang diri dan mengenal dua sosok ramah. Perjalanan saya tidak membutuhkan waktu lama terlebih tiga pengamen secara bergantian masuk di bis yang saya naiki dan mereka menyanyikan lagu dari jenis pop hingga dangdut. Berselang satu jam kemudian, saya tiba di Terminal Pakupatan, Serang. Saya segera pamit dengan Aryathi. Sejak di bis, saya diwanti-wati Destiana (Nana, red) untuk segera ke Alfamart di seberang terminal bila bis sampai. 

Tak sulit mencari kembaran saya. Ia sudah melambaikan tangannya di depan Alfamart. Wah, alhamdulillah, saya senang sekali. Akhirnya bisa bersua kembali meski belum lama kami pun berjumpa. Mungkin inilah batin saudara kembar. Rindunya amat beda bila dibandingkan saudara-saudara kembar saya lainnya. 

Saya dibonceng Nana dengan Smash Titan yang sudah lama tak melihat kuda besi merah itu. Kurang lebih sepuluh menit untuk  tiba di rumah Nana dan suaminya yang berada di Perumahan Persada, Ciruas, Serang. Suami Nana (Nashar, red) belum pulang. Saya meluruskan kaki dan merebahkan badan setelah tiba di sana. Alhamdulillah, letupan rindu sedikit berkurang. Waktu kian larut, saya segera tidur. Melupakan sejenak perangkat pembelajaran yang jatuh dateline malam ini. Bye... bye... dulu....

Ahad, 16 Agustus 2015. Pagi ini ada pengalaman baru. Berangkat ke Pasar Ciruas. Letak pasar cukup jauh. Harus dengan berkendara motor. Bila tidak, kaki pasti akan menyerah menempuh pasar. Tidak banyak yang kami beli. Ikan patin, bumbu dapur, dan singkong, cukuplah jadi menu hari ini dan besok. Setiba di rumah, saya segera meraih laptop. Lagi-lagi tugas sekolah yang belum membebeaskan saya dari tanggung jawab. Baiklah.

Akhirnya tunaian tanggung jawab selesai. Saya memilih beristirahat dibandingkan menonton teve. Kantuk dan lelah tak bisa dimungkiri. Melepas lelah mungkin menjadi cara jitu untuk memfitkan tubuh kembali. Terlebih sore ini saya akan jalan-jalan di Kota Serang.

Empat rakaat usai. Saya dan Nana segera berpamitan. Kami melaju ke alun-alun serang. Wah, tapi sebelumnya, saya dikenalkan salah satu kuliner di sini, yaitu bakso ikan. Rasa bakso yang beda dibandingkan Lampung. Kalau di Lampung, mayoritas terbuat dari daging sapi. Saya melahap satu demi satu bakso di Bakso Berkah. Rasanya maknyus! Pelayannya ramah. Recomended untuk datang kembali dan icip-icip lagi. Oke, perjalann melaju ke alun-alun Serang. Nana seperti belum hafal rute menuju alun-alun Serang. Ia sudah menyiapkan denah. Hehe, tak apalah, yang penting kita tiba di sana.

Kurang lebih dua puluh menit untuk tiba di alun-alun. Saat itu pemandangan cukup ramai di sana. Akan ada geladi kotor untuk memperingati HUT ke-17 RI, 17 Agustus 2015 sehingga banyak jalan yang ditutup. Langit mulai gelap. Saya dan Nana memutuskan pulang saja. Tapi sayang, perjalanan pulang kami tak semulus saat berangkat. Karena banyak jalanan ditutup, akhirnya kami memlih jalan berbeda arah. Muter sana-muter sini hingga sadar, kami berjalan sudah cukup bagi. Namun alhamdulillah, semua berkat Alloh. Kami menemukan jalan pulang.

Pukul tiga pagi. 
Ibu, bapak, Mbak Dety, dan Kak Ali tiba di rumah Nana setelah mereka ke Bandung terlebih dulu. Mereka kelelahan. Tak banyak pertanyaan, ibu-bapak dan lainnya segera mengambil posisi tidur. Esoknya, tubuh kembali fit. Usai makan dan banyak berbincang, kami segera menaiki mobil. Memutar-mutar jalan sejenak sekadar mencari tahu kuliner dan tempat istimewa di Serang. Cukup bagi kami melewati alun-alun Serang. Tak banyak pemandangan yang dilihat di sana sehingga kami segera memutuskan menuju tempat lain. Nah, kali ini kami sambangi Kedai Sop Duren. Di sana menjual aneka sop suren dan juga ada bakso ikan. Aha! Asyik, saya icip-icip bakso ikan lagi. 


Satu porsi bakso ikan dan sop duren saya lahap perlahan. Wuah, delicious! Sop duren dengan parutan keju dan tempat dagang yang strategis, serta harga terjangkau, tak heran kedai ini dikunjugi banyak konsumen. Ok, satu mangkuk bakso dan sop duren sudah ludes. Hari makin siang. Rencananya siang ini kami akan menuju Lampung. Itu artinya, saya akan berpisah lagi dengan kembaran saya. Wah, sedih dan rindu kembali membumbung. Sebelum pulang, saya membeli makanan khas Serang, yaitu sate bandeng. Lumayan, oleh-oleh buat orang di Lampung. 


Setiba di rumah, kami beristirahat sejenak, menunaikan salat jamak zuhur-ashar lalu bersiap-siap pulang. Tepat pukul satu siang, kami bertolak ke Lampung. Satu pelukan saya sambar untuknya. Wah, sungguh, air mata sekuat mungkin saya tahan agar tak menitik sekali pun. Saya tahu, ia pun saat itu tengah menahan sedihnya yang mengguncang. Salam sayang dari kembaranmu. Semoga kita lekas bertemua lagi. 

See you my beloved twin. []   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...