Kamis, 27 Agustus 2015

Siapa Tak Bersedih Ditinggal Jarwo?



Siapa tak bersedih ditinggal Jarwo? Semoga ini bukan kalimat pertanyaan yang hiper. Ya, tinggal hitungan hari lagi, kami teman-teman di Forum Lingkar Pena Lampung akan merasa kehilangan ditinggal Jarwo. Pria ramah dan supel ini akan mengikuti program menghafal Alquran di Daarul Fatah Magelang. Banyak kesan yang tertinggal di memori ini ketika bersamanya. Tidak hanya keramahannya, tetapi juga sepertinya Jarwo seperti manusia tanpa lelah. Mengapa saya katakan demikian? Hem, aktivitasnya amat padat. Hingga pagi sampai larut.

Mengapa pada laman ini saya merasa berat untuk babarkan kesemuanya tentang Jarwo sementara ada letupan-letupan di dada ini yang bergemuruh.

Jarwo... sahabat kami...
Teruslah melangkah dalam kebaikan

Pilihanmu adalah hal yang berat kami terima
Namun inilah qadar yang harus kami terima

Semoga Allah selalu menjagamu
Dari kami yang menyayangimu karena Allah....


-FLP Lampung-

Selasa, 25 Agustus 2015

Ini Tak Kusebut Lagi Keinginan


Mungkin sudah sewindu lebih derap inginku menderu terus-menerus. Ingin dengan kebiasaan-kebiasaan selayaknya sepasang manusia yang telah didoakan beribu malaikat tatkala sebuah perjanjian termaktubkan di hari nansakral. Ingin ada tegur sapa lembut ketika embun mulai mengering di pagi hari. Secangir teh yang senantiasa kubuat dengan sedikit pemanis takaran yang kau pinta. 

Namun ketika kita memilih diam--entah karena tingginya hati--entah karena malu-malu untuk mengakui akhirnya kita seperti debu yang terhapuskan begitu saja. Kebiasaan-kebiasaan yang terlukis dalam benak seolah enggan untuk diinginkan kembali. Sapaan-sapaan lembut yang terbayangkan, sama sekali tak terpikirkan lagi. Takaran gula yang kau pinta lalu kuaduk dalam larutan teh, terasa lupa harus sebanyak mana porsi gula sesuai maumu.

Diammu-diamku-diam kita telah melahirkan kekakuan di diri kita masing-masing. Kita jadi enggan menegur. Kita enggan mengabari. Kita jadi ragu pernah memiliki keinginan-keinginan yang dulu sempat dirajut. Dan hingga embun mengering di pagi ini, keinginan itu bagai lembar-lembar kertas yang sudah terisi hingga penuh pada satu buku lalu dianggap sampah dan dibuang-terlupa kalau kita pernah mengisinya. Dan Aku tak ingin lagi menyebut itu dengan keinginan.

Minggu, 23 Agustus 2015

Tentang Pasangan Hidup di Bayang Mata


Pagi ini sebelum jam mengajar dimulai, kuraih laptop hitam bersarung batik. Kutekan tombol power lalu kuoperasikan benda canggih  itu. Tuts tuts keyboard menari satu-satu. Ada perasaan yang hendak kubabar melalui layar dua belas inci ini. Ya, perasaan yang diam-diam kusembunyikan. Perasaan yang tak mau berkata apa pun meski hati menginginkan lain.

Kemarin seorang teman lama mengontakku lagi. Ia memberi kabar kalau dirinya akan memberikan undangan pernikahan yang akan dihelatnya pekan depan. Ada bahagia yang tak bisa terbacakan. Teman kecil ketika usia kami belum genap dua belas tahun. Teman bermain ketika kami masih sama-sama penuh keluguan. Ah, kawan doa turut kulangitkan pada Sang Kuasa.

Bahwasannya Allah telah memberikan pasangan pada hamba-Nya. Allah takkan membiarkan kita sendiri. Aku yakini itu. Terbukti ketika teman lamaku ini sebentar lagi menginjak status menjadi istri. Status yang tak bisa dimungkiri untuk semua wanita termasuk diriku.

Setiba di rumah, empat undangan yang didominasi ungu dan oranye itu sudah tergeletak manis di meja. Sudah kutebak itu adalah undangan teman lamaku. Segera aku raih salah satu undangan yang sudah terlepas sampul plastiknya. Ya, undangan itu untuk diriku. 

Dua nama terpantik di halaman bagian depan. Sepasang calon pengantin yang 'kan didoakan para malaikat di Arsy' Allah. Ah, betapa tak bisa membayangkan letupan bahagia yang tengah menari-nari di hatinya kini pasti. 

Tentang pasangan hidup. Tentang qadar Allah semua tak bisa menebak. Bagaimana skenario alur yang telah dijalin-Nya secara runtut dan apik dengan pilihan-pilihan yang telah disajikan-Nya. Ya, termasuk pasangan hidup yang terus membayang di mata ini. Kuanalogikan saja, Engkau "dalang", aku "wayang"-Mu. Semua tindak lakuku tak terlepas dari suratan yang telah Kau tuliskan jauh sebelum aku terlahir dari rahim ibuku sendiri. Dan aku, masih terus menanti pasangan hidup yang terus berkejaran di bayang mata. Semoga helat segera kugelar. []  

Dari Tunaikan Rindu Hingga Cicipi Kuliner


Agustus yang biru. Bulan yang membuat saya cukup bahagia sebab selain dapat membina siswa yang unjuk gigi di ajang DBL (Develompental Basketball League) Lampung Series 2015 untuk kategori Journalistic Competition, saya pun akan seberangi Selat Sunda. Ya, meski kota yang akan dijajaki masih terhitung dekat dengan Lampung--tempat tinggal saya. Ya, sejak awal bulan saya ingin segera labuhkan kaki di kota yang khas dengan sate bandeng itu. Betapa tidak, keinginan yang cukup membumbung, rindu ingin segera ditunaikan bertemu kembaran saya. Destiana namanya.

Tapi, saya tidak bisa langsung berangkat begitu saja. Seperti yang singgung tadi, saya mesti dampingin siswa dulu, Salsabilla Sastra--siswa bimbingan saya di ekksul jurnalistik. Siang ini satu tulisan harus kami kelarkan, Sabtu, (15/8/2015). Targetan Salsa membuat feature sebab katanya, juri akan lebih jatuh cinta dengan tulisan feature, selain liputan berita. Ok, kami turuti. Bidikan objek kami adalah pedagang kami lima yang mendapat "cipratan" tambahan rezeki dengan adanya DBL ini. Ia bernama Dayanti. Pedagang asal Pakiskawat yang ramah dan murah sekali menjawab semua pertanyaan yang diajukan Salsa. Oke, data feature segera dieksekusi. Tak tik tak tik.... alhamdulillah, tak perlu membimbing terlalu lama hari ini, satu tulisan dengan segera dilayangkan di blog DBL Indonesia. PR kami hanya tersisa satu tulisan. 

Usai mendampingin, saya segera menelpon taksi yang akan membawa saya menuju Serang. Tidak menunggu lama, saya segera melesat ke dalam taksi setelah mampir dahulu di Central Plaza untuk tunaikan salat zuhur. Taksi melaju pukul dua siang. Saya menargetkan tidak akan terlalu larut untuk tiba di sana sebab saya sedikit khawatir berangkat seorang diri. Tapi sayang, ekspektasi saya salah. Saya diajak muter-muter untuk menjempur satu demi satu penumpang. Ehm, sempat kesal, tapi ya sudahlah. Yang penting saya Sabtu ini mesti sampai di Serang.   

Pukul 17.00 saya tiba di Bakauheni. Saya sedikit kebingungan hendak ke arah mana untuk membeli tiket kapal. Kemudian saya masuk ke mini market sebentar, bertanya-tanya sejenak, dan yap satu tiket seharga 15 ribu sudah di tangan. Kebingungan tidak berhenti di situ. Saya kembali lagi bingung menuju dermaga berapa. Maklum perjalanan perdana seorang diri. Tak lama, seorang gadis cantik membawa gitar di punggungnya. Ia juga sempat bingung hndak ke dermaga berapa. Tapi untunglah, kami segera diberi tahu untuk segera ke dermaga 1. 

Perempuan bergitar itu, akhirnya berkenalan dengan saya. Saya langsung menebak kalau dirinya pasti anak band. Ternyata saya salah. Ia memang sengaja membeli gitar karena menyukai alat yang dipetik itu. Perempuan itu bernama Aryathi. Ternyata perempuan yang usianya dua tahun di bawah saya adalah pekerja menjaga jam tangan di Chandra Tanjung Karang. Obrolan kami menghangat hingga akhirnya kami tahu bahwa rumah kami berdekatan, hanya beda RT. Kami bergelak, mungkin karena sama-sama malu kurangnya sosialisasi diri.

Kapal terus berlayar. Sudah separuh Selat Sunda diseberangi. Senja kali ini indah. Langit kuning, saya nikmati bersama dengan para penumpang kapal. Satu Pop Mie dan salat jamak magrib-isya tertunaikan, saya duduk manis lagi di kursi yang sama. Tapi kali ini, kursi saya dan Aryathi ditemani dengan dua sosok pria. Saya tidak peduli. Saya segera mengoperasikan laptop saya sebab tugas perangkat pembelajaran harus segera saya rampungkan. Salah satu pria di antara mereka menegur saya. Ia mengira, saya seorang mahasiswa. Ia langsung menebak kalau saya alumnus Unila. Saya terkekeh sejenak. Saya bilang, saya pengajar Bahasa Indonesia di SMA IT Ar Raihan. Nama sekolah yang masih asing di telinganya. Tak apalah, kualitas tak melulu harus terlihat dan tercium dari jauh. 

Nama pria itu Pak Imam. Asalnya asli Jakarta. Istri dan anaknya juga ada di sana. Beberapa percakapan kami terjalin. Pria yang berkaca mata itu mengungkapkan identitasnya. Dia ternyata Wakil Manajer Gramedia. Wah, luar biasa. Sudah deh, obrolan kami lanjut kembali. Kali ini kami membahas buku. Saya pun bertanya, kalau komunitas FLP mngadakan kerja sama bagaimana. Tanpa berpikir panjang, Pak Imam segera meng-OK-kan. Saya senang.

Pak Imam sempat sedikit mengeluhkan keadaan penjualan buku di toko-toko buku kini agak menurun. Bukan karena hadirnya toko-toko buku, melainkan kini maraknya buku dalam e-book. Ya, ini adalah imbas kemajuan teknologi. Saya menandaskan, bagaimana pun maraknya e-book, buku dalam bentukan cetak tetap saja tidak bisa tergantikan. Perjumpaan kami berakhir ketika saya dan Aryathi harus segera naik ke bis menuju kota tujuan kami masing-masing.

Bima Suci, nama bis merah yang kami taiki. Tidak lama kami menunggu, bis langsung melaju. Malam Minggu yang asyik bagiku. Menjejaki perjalanan seorang diri dan mengenal dua sosok ramah. Perjalanan saya tidak membutuhkan waktu lama terlebih tiga pengamen secara bergantian masuk di bis yang saya naiki dan mereka menyanyikan lagu dari jenis pop hingga dangdut. Berselang satu jam kemudian, saya tiba di Terminal Pakupatan, Serang. Saya segera pamit dengan Aryathi. Sejak di bis, saya diwanti-wati Destiana (Nana, red) untuk segera ke Alfamart di seberang terminal bila bis sampai. 

Tak sulit mencari kembaran saya. Ia sudah melambaikan tangannya di depan Alfamart. Wah, alhamdulillah, saya senang sekali. Akhirnya bisa bersua kembali meski belum lama kami pun berjumpa. Mungkin inilah batin saudara kembar. Rindunya amat beda bila dibandingkan saudara-saudara kembar saya lainnya. 

Saya dibonceng Nana dengan Smash Titan yang sudah lama tak melihat kuda besi merah itu. Kurang lebih sepuluh menit untuk  tiba di rumah Nana dan suaminya yang berada di Perumahan Persada, Ciruas, Serang. Suami Nana (Nashar, red) belum pulang. Saya meluruskan kaki dan merebahkan badan setelah tiba di sana. Alhamdulillah, letupan rindu sedikit berkurang. Waktu kian larut, saya segera tidur. Melupakan sejenak perangkat pembelajaran yang jatuh dateline malam ini. Bye... bye... dulu....

Ahad, 16 Agustus 2015. Pagi ini ada pengalaman baru. Berangkat ke Pasar Ciruas. Letak pasar cukup jauh. Harus dengan berkendara motor. Bila tidak, kaki pasti akan menyerah menempuh pasar. Tidak banyak yang kami beli. Ikan patin, bumbu dapur, dan singkong, cukuplah jadi menu hari ini dan besok. Setiba di rumah, saya segera meraih laptop. Lagi-lagi tugas sekolah yang belum membebeaskan saya dari tanggung jawab. Baiklah.

Akhirnya tunaian tanggung jawab selesai. Saya memilih beristirahat dibandingkan menonton teve. Kantuk dan lelah tak bisa dimungkiri. Melepas lelah mungkin menjadi cara jitu untuk memfitkan tubuh kembali. Terlebih sore ini saya akan jalan-jalan di Kota Serang.

Empat rakaat usai. Saya dan Nana segera berpamitan. Kami melaju ke alun-alun serang. Wah, tapi sebelumnya, saya dikenalkan salah satu kuliner di sini, yaitu bakso ikan. Rasa bakso yang beda dibandingkan Lampung. Kalau di Lampung, mayoritas terbuat dari daging sapi. Saya melahap satu demi satu bakso di Bakso Berkah. Rasanya maknyus! Pelayannya ramah. Recomended untuk datang kembali dan icip-icip lagi. Oke, perjalann melaju ke alun-alun Serang. Nana seperti belum hafal rute menuju alun-alun Serang. Ia sudah menyiapkan denah. Hehe, tak apalah, yang penting kita tiba di sana.

Kurang lebih dua puluh menit untuk tiba di alun-alun. Saat itu pemandangan cukup ramai di sana. Akan ada geladi kotor untuk memperingati HUT ke-17 RI, 17 Agustus 2015 sehingga banyak jalan yang ditutup. Langit mulai gelap. Saya dan Nana memutuskan pulang saja. Tapi sayang, perjalanan pulang kami tak semulus saat berangkat. Karena banyak jalanan ditutup, akhirnya kami memlih jalan berbeda arah. Muter sana-muter sini hingga sadar, kami berjalan sudah cukup bagi. Namun alhamdulillah, semua berkat Alloh. Kami menemukan jalan pulang.

Pukul tiga pagi. 
Ibu, bapak, Mbak Dety, dan Kak Ali tiba di rumah Nana setelah mereka ke Bandung terlebih dulu. Mereka kelelahan. Tak banyak pertanyaan, ibu-bapak dan lainnya segera mengambil posisi tidur. Esoknya, tubuh kembali fit. Usai makan dan banyak berbincang, kami segera menaiki mobil. Memutar-mutar jalan sejenak sekadar mencari tahu kuliner dan tempat istimewa di Serang. Cukup bagi kami melewati alun-alun Serang. Tak banyak pemandangan yang dilihat di sana sehingga kami segera memutuskan menuju tempat lain. Nah, kali ini kami sambangi Kedai Sop Duren. Di sana menjual aneka sop suren dan juga ada bakso ikan. Aha! Asyik, saya icip-icip bakso ikan lagi. 


Satu porsi bakso ikan dan sop duren saya lahap perlahan. Wuah, delicious! Sop duren dengan parutan keju dan tempat dagang yang strategis, serta harga terjangkau, tak heran kedai ini dikunjugi banyak konsumen. Ok, satu mangkuk bakso dan sop duren sudah ludes. Hari makin siang. Rencananya siang ini kami akan menuju Lampung. Itu artinya, saya akan berpisah lagi dengan kembaran saya. Wah, sedih dan rindu kembali membumbung. Sebelum pulang, saya membeli makanan khas Serang, yaitu sate bandeng. Lumayan, oleh-oleh buat orang di Lampung. 


Setiba di rumah, kami beristirahat sejenak, menunaikan salat jamak zuhur-ashar lalu bersiap-siap pulang. Tepat pukul satu siang, kami bertolak ke Lampung. Satu pelukan saya sambar untuknya. Wah, sungguh, air mata sekuat mungkin saya tahan agar tak menitik sekali pun. Saya tahu, ia pun saat itu tengah menahan sedihnya yang mengguncang. Salam sayang dari kembaranmu. Semoga kita lekas bertemua lagi. 

See you my beloved twin. []   

Di Sini Kebersamaan Kami Terasa Kekal



Entah ini sudah minggu ke berapa yang kami susuri tiap pagi. Menjamu pagi dengan mendatangi taman baca yang kami urus sejak 2012 lalu. Ya, ini sudah tahun ke-3. Ibarat balita, mungkin jalanan setapak terlampau. Sama seperti kami, langkah demi langkah sudah kami lewati dengan berbagai warna dan rasa yang tiap pekannya terasa berbeda. Sama seperti di Ahad ini. Biasanya saya dan Ahmad (Ketua FLP Bandarlampung) yang stand by di taman baca. Alhamdulillah, akhir-akhir ini Kak Kindi dan Afri turut serta. Syukurlah, senang rasanya bila "dinas" taman baca ditemani beberapa teman. 

Sempat saya babarkan sedikit, Ahad ini memang tampak beda. Tidak hanya pembaca dan donatur buku yang makin bertambah, tetapi juga "tamu" kami di taman baca. Ya, hari ini, menurut saya, taman baca kedatangan kawan lama yang sudah dua tahun lebih tidak bersapa. Kini ia dan belahan jiwa serta calon buah hatinya bertandang ke taman baca. Tri Lego, namanya. Dengan lengkungan senyum manisnya, dia menyapa saya. Saya ingat sekali, ketika itu, saya bertemu dengannya ketika saya masih magang di Forum Lingkar Pena Bandarlampung. Saya masih anak bawang sekali. Belum tahu apa-apa. Minim ilmu, juga pengalaman. Di Workshop Gol A Gong bertempat di Umitra Bandarlmpung, saya mengenal dan menjalin obrolan yang hangat bersamanya. Sejak itu, saya ciren dengannya. Syukurlah, Lego--panggilannya--tersurat bahagia yang bisa langsung saya tangkap dari air mukanya. Wah, barokallahu Lego....

Mungkin tak banyak yang lakukan di taman baca, selain melayani para pembaca yang meminjam dan memulangkan buku bacaan serta kusyuk melahap buku Penyuntingan Naskah yang diberi Kak Kindi dua pekan lalu. Buku yang memang sedang saya cari sebagai salah satu referensi untuk mengedit naskah. Maklum, saya maish harus belajar dan belajar. Masih miskin ilmu, miskin pengalaman. 

Sesekali obrolan saya dan Lego mengalir dan sesekali lagi saya merampungkan bab demi bab bacaan di buku tadi. Sambil melumat irisan-irisan batagor di piring ke-2, kami membahas FLP, buku-buku bacaan, hingga pertemuan Lego dengan suaminya. Ah, jodoh siapa yang bisa mengira. Nah, sementara Ahmad, Kak Kindi, dan suami Lego mereka juga sepertinya turut larut dalam diskusi bahasan para kaum Adam. Tidak lama, dua ponggawa FLP datang lagi, yakni Rudy dan Afri. Bagi saya, mereka adalah para tetua FLP meski usia saya lebih dewasa satu--dua tahun dari mereka. Rudy bersama keponakannya, mereka usai berolah raga. Sementara Afri, tampak lelah setelah beres-beres kosan sehingga kesiangan ke taman baca. 

Waktu menunjukkan pukul sepuluh lebih sepuluh menit. Ada satu agenda lagi yang mesti saya tunaikan di hari ini dan saya tidak ingin pulang terlalu siang sebab sebelum berangkat, saya janji pada ibu untuk tidak pulang terlalu sore atau malam lagi. Hehe, maklum, belaga selalu menyibukkan diri. At least, saya segera meminta Ahmad untuk bersama-sama menutup taman baca. Lagian, cuaca sejak tadi mendung berganti terang dan begitu terus sebaliknya. Akhirnya buku-buku kami sesapkan dalam tas. Untungya ada Kak Kindi yang bisa menemani Ahmad memulangkan buku-buku itu di tempat bibi dari Jarwo--Ketua FLP Lampung--tengah berada di Magelang. 

Alhamdulillah. Buku sudah beres dan siap dibawa. Trotoar kembali lengang seperti biasa. Kami saling berpamitan. Ah, di forum ini tidak sekadara menulis dan kepenulisan yang kami bahas. Lebih dari itu. Di forum ini kami bisa saling sapa dan melanjutkan estafet silaturahim sesama lainnya. Di forum inilah rasanya kebersamaan kami terasa kekal meski sempat tak bersua beberapa tahun lamanya. Terima kasih FLP telah menjadi katalisator ukhuwah kami. []

Sabtu, 22 Agustus 2015

Speaker: Akulah Tersangka


Ada peristiwa luka
Di Jumat pagi yang tabah
Ketika dua rakaat, satu salam
Belum rampung tertunaikan

Tetiba api bergelora
Semua riuh, berteriak!
Di takbir pertama
Lemparan bola panas mengudara
melumat kasar, memaksa
Jamaah berhambur, menjadi ngeri
Jerit tak terelak, mata terbelalak
Usainya, ada cedera di sanubari
*
Tak lama aku baca berita,
Pak Wapres berceloteh,
Tanah timurku bergejolak karena aku
Si Speaker kecil bersuara tak seberapa
Akulah biang, akulah tersangka, katanya.

Tolikara, aku melukaimu
Musababku, mereka membabi buta
Menutup mata enyahkan toleransi

Ah, gegara aku
Saudara-saudara muslimku menjadi pilu
Di hari nansyahdu,
Katanya.


Dayanti, Memetik Berkah di Tengah Perhelatan

dok.Bu Dayanti ketika melayani pembeli

Perhelatan Honda DBL (Developmental Basketball League) Lampung Series 2015 akan berada pada puncaknya tepat di hari ini, Sabtu 15 Agustus 2015 di GOR Saburai Bandarlampung. Para tim yang telah melenggang ke babak final makin memperkuat timnya. Semua itu tak terlepas dari berkah Sang Tuhan. Tak terkecuali para pedagang kaki lima yang mengais rezeki di sekitar area pertandingan. Seperti Dayanti yang turut kelimpahan rezeki berlebih dari biasanya. Dayanti yang menjual makanan dan minuman ringan itu sangat bersyukur dengan adanya Honda DBL. "Alhamdullilah pendapatan yang biasanya 200 ribu kini meningkat menjadi 350 ribu," ungkap wanita kelahiran tahun 75 itu.

Sudah cukup lama Dayanti beserta suami berdagang di pinggir area GOR Saburai. Tiap harinya ibu beranak tiga ini membuka dagangannya pada pukul 08.00 hingga 12.00 malam. Iba rasanya bila bekerja hingga menjelang pagi hanya mendapatkan 200 ribu. Mungkin sangat berbeda jauh dengan kita yang tak perlu bersusah payah membanting tulang hingga jelang pagi. Namun, Tuhan memang telah anugerahkan jalan hidup sesuai kemampuan hamba-Nya.

Hidup memang harus terus dijalani apa pun situasinya. Hal itulah yang senantiasa ditapaki Dayanti. Dengan penghasilan tak seberapa dibanding dengan biaya hidup dan keperluan tiga anaknya yang masih sekolah, sepertinya mustahil tercukupi. Tapi bagi wanita yang berjilbab oranye ini meski pendapatannya sedikit, ia harus secerdas mungkin membagi pendapatan untuk kebutuhan rumah tangga, anak tertuanya yang tengah kuliah serta anak ke-2 dan ke-3 sedang mengenyan di bangku sekolah.

Nasib Dayanti mungkin lebih beruntung dibandingkan pedagang kaki lima lainnya. Rekan-rekan seprofesinya tak jarang terkena tertib dari Satpol Pamong Praja (Satpol PP) hingga barang dagangan mereka dibongkar paksa. Maklum, kebijakan pemerintah daerah melarang para pedagang kaki lima membuka lapak di pinggir trotoar. Hal ini berbeda dengan Dayanti. Ia diberikan sedikit keleluasaan untuk tetap berdagang sebab ia memakai area parkir di depan Salon Kenrie yang p

Tapi tak sekali ia mendapatkan teguran dari pedagang lain karena merasa tersaingi. Namun, wanita yang beralamat di Pakis Kawat Bandarlampung itu tak pernah terjadi konflik. Dalam menjalani hidupnya, Dayanti tak bekerja sendiri. Suaminya yang berprofesi sebagai ojek, silih berganti menjaga warung kaki limanya. Jelang sore, istri dari Marwaji ini pamit ke rumah, sementara sang suamilah yang menjaga dagangan.

Dayanti selaku pedagang kecil hanya berharap Tuhan senantiasa limpahkan rezeki padanya. Ia pun berharap, instansi lain menggelar acara serupa di GOR agar ada rezeki tambahan yang diperolehnya. Dayanti yakin para pedagang di sekitar GOR sangat bersyukur dengan adanya gelaran pertandingan yang diadakan. Sebab dari situlah tambahan keberkahan rezeki bisa disisihkannya untuk melanjutkan kepulan asap darpur. "Semoga acara serupa sering diadakan agar kami sebagai pedagang kecil mendapat rezeki tambahan," pungkasnya. []salsa

emiliknya sudah kenal dekat dengannya.

Minggu, 02 Agustus 2015

Bakda Lebaran, Taman Baca FLP Lampung Ramai Pengunjung



BANDARLAMPUNG – Sejak pukul 06.00 Taman Baca Masyarakat (TBM) FLP Lampung telah dibuka. Buku-buku disusun rapi oleh Ketua FLP Lampung, Tri Sujarwo (2/8/2015). Ya, TBM FLP Lampung kembali hadir di tengah-tengah masyarakat di sekitar GSG Unila. Tampak ramai pengunjung silih berganti mendatangi taman baca. Akan tetapi, jumlah pemulangan buku di hari ini lebih banyak dari sebelumnya. Maklum, selama Ramadan, TBM FLP Lampung libur “bertugas”.

dok.suasana TBM FLP Lampung
Tak hanya orang dewasa yang mendatangi taman baca. Di sekitar area GSG Unila yang tiap Minggunya ramai dengan siswa berlatih karate, berbondong-bondong datang untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya sebulan lalu, kemudian meminjam buku bacaan lainnya, seperti Bobo. Sementara Destiani (Sekretaris FLP Lampung) dan Thika Agustina (Bendahara FLP Bandarlampung) turut “dinas” bersama Jarwo, sapaan akrab Tri Sujarwo.

Hampir genap tiga tahun TBM FLP Lampung. Keistikamahan pengurus dan anggota FLP Lampung untuk terus membuka taman baca masih tetap terjaga. “Alhamdulillah, sampai saat ini TBM FLP Lampung masih terus buka. Jangan sampai pengunjung kehilangan taman baca dari pengurus FLP,” ungkap Jarwo. Ya, sesibuk apa pun pengurus FLP Lampung, masing-masing mereka telah berkomitmen untuk terus menjadi sarana membuka jendela bagi pembaca. Usai TBM digelar, pengurus mengadakan rapat terkait program kerja terdekat yang akan dijalankan bersama. [] 

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...