Rabu, 24 Oktober 2012

Bila Kau


Bila Kau kira ucapku dusta,
silakan
Bila Kau kira mataku berteman dendam,
keliru
Bila Kau kira puisiku omong kosong
Lantas,
Buat apa hari-hari kuukir namamu?
        Pada kertas-kertas putih yang bungkam

(Senja, 24 Oktober ’12)

Senin, 22 Oktober 2012

Mereka, Orang-orang Pilihan Allah

oleh Destiani

Hampir dua minggu belakangan ini, rinai setia mengguyuri Bandarlampung, tak terkecuali untuk hari ini. Seperti biasa, agenda mingguan wajibku jelang senja: tahsin tajwid di Daarul Hikmah. Langit murung kutatap. Sebelu berangkat, rasa enggan berkelebat hebat di diriku. sore itu aku tengah kusyuk menulis--hobiku sejak SMP--sehingga rasanya malas untuk mengerjakan hal lain, termasuk keluar rumah lalu menuju Daarul Hikmah. Setengah bersungut-sungut aku mencoba mengumpulkan semangat, mengingat niat yang kuluruhkan dalam sukma, serta asaku untuk menjadi guru ngaji, insyaAllah. Alhasil, badan masih kumel karena belum mandi sejak pagi, buru-buru kuserbu kamar mandi dan kuguyuri sekujur badan.Jarum jam menunjuk pukul 15.40, itu artinya aku harus segera sampai dalam waktu 20 menit dari Telukbetung Selatan--Gedong Meneng.

Motor kulaju dengan kecepatan cukup tinggi sehingga beberapa hampir keserempet pengendara lain. Namun, Alhamdulillah, Allah tetap menjaga keselamatanku.Gas motor kumatikan tepat di parkiran depan Masjid Daarul Hikmah. Hanya tersisa kurang lebih dua puluh meter, Kelas Tajwid segera kudapatkan. Kuperlambat langkah kakiku sambil memerhatikan kelas-kelas yang kulewati. Di sisi kanan dariku, ada kelas Murobbi, subhanallah, para murobbiyah yang ada di dalam sana, yang berdakwah sambil membawa buah hati mereka. Langsung terlintas di pikiranku, kalau niat, komitmen, dan ikhlas sudah tertanam, dunia takkan menjadi apa-apa. Semoga kelak aku dapat menyusul para pendakwah itu, aamiin ya Rabb.

Tepat di depan Kelas Tahsin Tajwid, aku melepas sepasang sandalku yang mulai bulul--hadiah pemberian mbak pertamaku--hadiah miladku yang ke-24 tahun. Masih di ruangan yang sama, persis satu minggu lalu. Di ruangan itu, dibagian menjadi dua sekat. Sekat bagian kanan digunakan untuk program cek tilawah, sementara sekat yang satunya untuk program yang tengah kuambil: tahsin tajwid. Seketika hatiku bergetar, bangga, serta asma-asma Allah selalu terucap dalam hati. Betapa indahnya suara-suara yang keluar dari lisan para pembaca Quran yang letaknya bersampingan denganku. Decak kagum. Subhanallah, subhanallah, subhanallah... Allahuakbar. Makhrojul, panjang-pendek, serta kelancaran bertilawah, membuatku rasanya ingin sepandai melantunkan Alquranul karim. Subhanallah... Sementara di bagian sekat--tempat program tahsin tajwid--masih dipenuhi beberapa pebelajar. Ada aku, Vivi, Hisna dan Pak Rohim. Namun, beberapa saat disusul dengan kehadiran Pak Muslim, Pak Fuad, Pak Apri, juga Harly. Dan tak ketinggalan Pak Ust.Mufid yang memesona sebab tilawahnya yang menyejukkan hati. Lamat-lamat kupandangi wajah mereka satu-satu. Seperti Pak Muslim, Pak Rohim, dan Pak Fuad--mereka sudah cukup berumur--semangat luar biasa untuk bisa mengaji membuatku makin bersemangat. Aku ingat jelas dengan ayat Allah yang artinya

" Bacalah (Wahai Muhammad) Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan (sekalian makhluk), Ia menciptakan manusia dari sebuku darah beku; Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia melalui Pena dan tulisan,Ia mengajarkan manusia apa Yang tidak diketahuinya." (Al-'Alaq : 1--5)

Dalam hati kuberkata, wajah-wajah yang mulai tengah berkerut itu, yang pelan-pelan memelajari makhrojul huruf, yang pelan-pelan pula memperbaiki bacaannya, juga dengan sabar mendengar penjelasan ustad, sesungguh mereka akan tersenyum di hari akhir kelak sebab dengan usia yang menua, namun tak letih untu terus belajar kalam Allah. Semangat mereka, senyum malu mereka lantaran terdapat bacaan yang salah, kesabaran, ketekunan, serta merelakan waktu yang terbuang untuk belajar yang mungkin bisa jadi waktunya bisa digunakan untuk beristirahat dan berkumpul dengan keluarga. Subhanallah...Mempratikkan dengan pembacaan Alquran yang benar ialah fardhu 'ain, itu artinya tanpa terkecuali ketika melantunkan ayah-ayat Allah harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapka. Sesungguhnya Allah akan memudahkan bagi hamba-Nya yang mempelajari Alquran.Itulah janji Allah.Senja mulai datang. Jam tahsin kami pun selesai. Para pebelajar sudah bermaburan, termasuk aku yang sebelumnya berpamitan dengan teman-teman. Sebelum kuinjak keras engkol motor tuaku, sejenak aku menuju kamar mandi yang letaknya tepat di belakang masjid. Mataku setengah menilik ke dalam, melihat orang yang sedang tepekur dalam masjid. Ada raut yang sangat kukenal. Oh, ternyata, Beliau adalah rekan di kantorku. Panggilannya ialah Abi Ozi--lulusan Kairo, Mesir--kebetulan berteman dengan penulis terkenal se-Asia: Habiburrahman El-Shirazi. Yang membuat kukagum ialah ketekunannya, kekhusyukannya, mata-hati yang dijaga Allah untuk tidak letihnya membaca mushaf itu. Subahanallah, tak henti-henti kulontarkan dalam hati.

Senja hampir mengiringi azan. Semilir angin semayup-mayup menusuki tulang inci. Aku mulai kedinginan. Namun, semangatku tak henti untuk belajar tatkala teringat wajah-wajah pilihan Allah itu yang giat memelajari Alquran. Lagi-lagi mataku terhenti di satu titik pelataran masjid. Di sana ada Pak Rohim--pebelajar kelas tajwid--yang sudah kusampaikan di awal. Ia masih berkutat dengan buku diktat tajdiwnya. Aku menegurnya sesaat, "Wah, subhanallah, Pak, sudah selesai tapi masih belajar saja." Dengan sunggingan senyum sambil menyerinai beberapa gigi depannya, ia pun menjawab "Iya, biar saya bisa."
Subhanallah, aku terenyuh dengan jawabnanya. Sesaat aku menunduk, menatap tanah yang basah lalu sekilas juga menatap langit senja yang mendung. Wahai tanah, langit, serta seisi yang ada di bumi ini, kalianlah adalah sakti untu para pebelajar, untuk mereka--orang-orang pilihan Allah--yang giat mempelajari Alquran. Kuyakin, di hari akhir kelas, huruf-huruf itu akan menghampiri orang-orang yang menekuni ayat-ayatmu, ya Rabb. Semoga kita selalu terjaga dengan Alquran. Semoga Alquran menjadi nahkoda hidup kita.

Sabtu, 21.23 WIB

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...