Rabu, 01 Juni 2016

Menjadi Pahlawan Melalui Buku

Kegiatan membaca saat Taman Baca Masyarakat FLP digelar
     Tingkat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah hingga kini. Pernyataan yang acap kita dapatkan, memang riil terjadi di negeri ini. Berdasarkan penelitian Programme for International Student Assessment (PISA), budaya literasi (membaca-menulis) masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia dan Indonesia menempati urutan ke-64.
    Tidak terbayangkan jika kondisi demikian terus-menerus berlangsung. Kebodohan pastinya tidak bisa dihindari. Remaja Indonesia asyik terbuai dengan suguhan aplikasi di ponsel pintar miliknya. Belum lagi, sekarang banyak acara televisi menyajikan tayangan yang membuat remaja jauh dari dunia membaca. Semua itu menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat membaca di Indonesia rendah. 

    Menulis dan membaca saling berkaitan satu sama lain. Jika tradisi membaca di Indonesia rendah, tak mustahil rendah pula tingkat keterampilan menulis. Mengapa demikian? Jelas, menulis merupakan out put dari apa yang dibaca. Semakin rendah wawasan dan kosakata yang didapat karena jarangnya membaca maka terbataslah ide dan kosakata yang dikuasai seseorang.
    Berdasarkan permasalahan tersebut, kini cukup banyak komunitas hadir sebagai bentuk kepedulian mereka. Ada komunitas yang menyewakan buku bacaan dengan nominal harga per hari hingga harga denda bagi peminjam buku yang telat mengembalikan buku pinjaman. Ada juga perpustakaan keliling dengan ikhlas menanti para pengunjung yang meminjam buku bacaan lalu dibacanya di area sekitar perpustakaan.
   
    Forum Lingkar Pena (FLP) merupakan organisasi kepenulisan hasil besutan Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan Muthmainnah serta beberapa rekan dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Mereka bertemu di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia guna mendiskusikan minat membaca dan menulis di kalangan para remaja Indonesia. Hal demikian dilakukan karena melihat desakan kebutuhan masyarakat akan bacaan bermutu.
    FLP resmi didirikan pada 22 Februari 1997 sebagai badan otonom Yayasan Prima dan Helvy Tiana Rosa terpilih sebagai Ketua Umum. Sebagai salah satu media, Majalah Annida yang digawangi Helvy Tiana Rosa berperan sebagai wadah sosialisasi organisasi yang paling efektif. Seiring berjalannya waktu, anggota FLP semakin bertambah. Perwakilan wilayah dan cabang FLP pun tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, tanpa terkecuali di Lampung.
    Tiga tahun setelah terbentuknya Forum Lingkar Pena, organisasi yang bergerak di bidang
    FLP Lampung memiliki program kerja kurang lebih sama dengan FLP wilayah lainnya. FLP Lampung kini bersekretariat di Jalan Ikan Kiter No.33 Teluk Betung Selatan, Bandarlampung dan cukup rutin mengadakan kelas menulis. FLP Lampung memiliki enam cabang meliputi FLP Metro, FLP Lampung Timur, FLP Lampung Utara, FLP Bandarlampung, FLP Lampung Selatan, dan belum lama ini diresmikan lahirnya FLP Lampung Tengah. Masing-masing cabang dipimpin ketua yang berdomisili di tempat asal cabang FLP tersebut.
    Masa kepengurusan FLP Lampung mengalami pergantian tiap dua tahun sekali. Struktur organisasi FLP Lampung terdiri atas Ketua Tri Sujarwo yang digantikan Destiani sebagai PJS dan sekaligus merangkap sekretaris wilayah. Kemudian Sri Utami menjabat sebagai bendahara, Novi Rina Sari sebagai Ketua Kaderisasi, dan Gustina sebagai Ketua Rumcay (Rumah Cahaya Hasilkan Karya). Jumlah pengurus FLP Lampung memang tidak sebanyak di cabang karena tugas pokok dan fungsi FLP wilayah, sebagian besar memonitori program kerja di FLP cabang.
    Forum Lingkar Pena adalah organisasi nonprofit. Kami menjalankan organisasi ini dengan kemurnian niat untuk membangun kepedulian terhadap membaca dan menulis masyarakat. Bagi masyarakat yang ingin bergabung dengan FLP, caranya sangat mudah. Calon anggota dapat langsung mengisi formulir pendaftaran, mengumpulkan fotokopi KTP, foto ukuran 3x4 cm, mengumpulkan karya dapat berupa cerpen, esai, puisi, cerita anak, atau jenis tulisan lainnya. Yang terpenting adalah calon anggota memiliki bakat dan minat menulis. Kemudian, calon anggota cukup membayar registrasi sebesar Rp35.000,00 dan itu merupakan biaya keseluruhan selama menjadi anggota FLP.
    Adapun bila FLP Lampung ingin mengadakan seminar, kami menjual tiket, mendapatkan sumbangsih dari para pengurus di tahun-tahun sebelumnya, juga sponsor yang bekerja sama dengan kami. Selebihnya, kami tidak mendapatkan dana secara kontinyu. Hanya saja kami secara rutin mengumpulkan uang kas guna membiayai keperluan kelas menulis untuk pemateri dan konsumsi.
    Sempat diuraikan pada paragraf sebelumnya bahwa FLP Lampung memiliki divisi Rumcay. Rumcay merupakan bentuk aktualisasi kami sebagai kepedulian terhadap membaca. FLP ingin membangun dunia membaca, menebar virus gemar membaca. Tiada lain tujuan yang kami capai, terkecuali membangkitkan semangat membaca. Dari membaca akan temukan banyak ide-ide kreatif dan kosakata yang kelak membantu si pembaca untuk menghasilkan tulisan.
    Di FLP Lampung, Rumcay biasa kami sebut Taman Baca Masyarakat (TBM). TBM FLP Lampung merupakan perpustakaan yang kami gelar tiap Minggu pagi, pukul 6 hingga 10 di trotoar Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung. Berbagai buku kami sediakan di sana. Ada fiksi dan nonfiksi. Ada buku motivasi, novel, islami, majalah anak hingga dewasa. Tak tertinggal buku resep masakan pun hadir di taman baca.
    Tiap Minggu pagi, banyak masyarakat yang melakukan olahraga pagi di sekitaran GSG Universitas Lampung. Mereka sekadar melakukan joging atau pun jalan santai bersama keluarga. Tak hanya itu, di sana pun diramaikan dengan para pedagang makanan, seperti nasi kuning, lontong sayur, sate ayam, sosis bakar, dan masih banyak menu lain yang dijajakan. Selain berbagai kuliner, dijajakan juga barang dagangan seperti pakaian, rempah-rempah herbal untuk wanita, hingga mainan anak-anak. Di tempat itulah kami sepakat sejak tiga tahun lalu menggelar peminjaman buku dengan beralaskan banner bekas.
    Cara peminjaman buku di TBM FLP Lampung amatlah mudah. Kami menyediakan satu buku yang berisi daftar peminjam dan pinjaman buku. Modal yang kami terapkan hanyalah sistem kepercayaan. Kami tidak meminta barang tangguhan, juga tidak meminta uang peminjaman ataupun denda bagi peminjam yang telat memulangkan buku. Kami cukup meminta data peminjam, seperti nama lengkap, alamat rumah, dan nomor handphone. Jumlah buku yang dipinjam maksimal tiga. Boleh buku jenis apa pun. Waktu peminjaman buku selama satu minggu. Itu pun peminjam buku boleh menambah durasi waktu.
    Suatu ketika, pernah ada yang menganggap kami penjual buku. Selain itu, kami pun pernah dimarahi petugas setempat lantaran kami dikira pedagang yang tidak melapor. Kami tegaskan saat itu, kami bukanlah pedagang. Kami dari pengurus FLP Lampung  membudayakan gemar membaca sehingga kami membuka lapak peminjaman buku. Barulah sejak itu, kami tidak lagi dilarang untuk melakukan aksi sosial dan tidak lagi dipinta biaya kebersihan.     
    Tiap Minggu pagi, kami relakan waktu bercengkarama bersama keluarga demi Taman Baca Masyarakat FLP Lampung. Saling membahu membawa satu koper buku, satu tas ransel besar, serta beberapa plastik yang dipenuhi buku-buku. Acapkali kondisi perut masih kosong, belum diisi sedikit makanan, tetapi kami mesti segera menuju lokasi sebelum matahari naik terlalu tinggi. Di taman baca inilah kami merasakan adanya ikatan emosional yang sama-sama peduli terhadap membaca. Di taman baca ini pula kami saling bersapa dengan para pedagang sekitar dan peminjam buku sehingga kini ada sikap hangat kami satu sama lain.
    Komitmen dan konsisten kami terapkan di program kerja ini. Taman baca tiap akhir pekan selalu hadir dan menjadi warna yang berbeda. Kami tidak akan meliburkan diri, terkecuali ada waktu mendesak yang membuat kami harus izin. Bila pun ada keperluan, kami silih berganti menunggu taman baca.
    Ada satu kisah yang membuat kami tersenyum menjalani taman baca ini. Saat kami tengah menjaga taman baca, cuaca tiba-tiba berubah. Mendung tidak bisa dihindari. Langit gelap, tidak seperti biasanya dan tak lama hujan jatuh begitu saja. Spontan, kami menyelamatkan buku-buku yang terjaja. Sebagian buku kami masukkan dalam tas dan koper, sedang sisanya kami tutup dengan banner, dengan penuh harap buku tidak basah karena aliran hujan cukup deras.
    Tak sedikit yang merasa iba dan haru dengan aksi sosial gerakan taman baca. Ada peminjam buku yang memberikan uang kepada kami dengan sedikit memaksa. Katanya, untuk sekadar uang jajan. Belum lagi, ibu pedagang nanas yang kerap memberikan sebungkus dua bungkus nanas madu yang dijajakan. Hitung-hitung mengganjal perut sambil menjaga buku bacaan.
    TBM FLP Lampung telah berjalan beberapa tahun. Banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan kami. Tidak jarang, ada pembaca yang meminjam buku, kemudian mereka  menawarkan buku-buku koleksinya untuk dihibahkan ke taman baca. Selain itu, beberapa kali taman baca kami mendapatkan hibahan buku dari beberapa penerbit lokal dan nasional.
    Jika taraf persentase membaca di Indonesia rendah, biarkan Forum Lingkar Pena sebagai sarana membangkitkan budaya membaca melalui taman baca masyarakat. Forum Lingkar Pena bukan sekadar organisasi. Di organisasi ini kepedulian terhadap membaca dan menulis sangat tertanam sebagai bentuk ikhtiar meningkatkan kecerdasan masyarakat Indonesia dengan bacaan bermutu. Biarkan kami menjadi pahlawan masyarakat melalui buku-buku yang kami gelar di banner bekas, tiap Minggu pagi, memangkas waktu bercengkaram kami bersama keluarga. Semoga kami senantiasa menjadi pahlawan. (*)  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...