Jumat, 19 Juli 2013

Catatan Senja: Apa Kabar Dosaku?

Siang tadi, cuaca kembali tak mesra. Kemarin hujan-panas berjanji bergantian membungkus bumi. Hari ini, teriknya memanggang kulit. Aku menatap langit. Tak ingin menatapnya durja. Memiuh-miuhkan pori wajah yang terasa panas. Motor melaju dengan kecepatan standar. Maklum, bapak yang mengendarai. Ia menjemputku. Sudah dua malam aku menginap di rumah kakak perempuanku. Kupikir agar aku mudah mobilisasi menuju sekolah yang jaraknya tak begitu jauh, dapat ditempuh berjalan kaki. Namun, tak dikira, ketika kemarin sore mengantarkan ta'jil ke rumah teman yang hanya berbeda gang, kakiku sudah tak kuat berjalan. Pinggangku kembali berguncang. Aku kesakitan. Dengan terseok akhrinya sampai juga di rumah. Alhasil, aku memang belum bisa memaksakan diri untuk beraktivitas kembali.

Pukul 2 siang, aku tiba di rumah. Sebelumnya, aku menjalani fisioterapi yang ke-2. Aku masih terus disuruh rutin untuk mengikuti terapi-terapi berikutnya, hingga entah berakhir di bilangan ke berapa. Aku hanya menjawab, iya, Mbak, saya akan datang kembali pada Senin, ba'da ashar, setelah beraktivitas di sekolah. Senyum setengah mengembang kusemai untuknya lalu bergegas pulang dengan Bapak.

Ponsel berdering. Rekanku, sesama pengurus komunitas menulis, menelponku. Ia sudah tahu keadaanku yang tengah tidak fit. Ia tanyakan kabar, lalu kujawab, ya seperti kemarin ceritanya. Belum ada yang berubah. Harus banyak istirahat. Jangan membawa beban berat karena akan mempersempit saraf pinggang yang berujung pada akibat fatal tak bisa berjalan.

"Mbak Desti, sakit lagi. Dosa Mbak Desti banyak banget," tuturnya lantang. Aku terjerembap. Setengah menohok hati lantaran kalimat itu. Kami sama-sama diam. Beberapa detik usai dalam kesenyapan lalu kujawab santai, "Iya, Jarwo, dosa Mbak banyak banget. Melebihi buih lautan. Tapi harus tetap disyukuri, Wo, insyaAllah dapat menggugurkan dosa-dosa Mbak. Yaa... lebih baik digugurkan di dunia, dibandingkan di neraka nanti," jawabku lalu tertawa kecil.

Gantian, hening tercipta kembali. Giliran Jarwo yang diam.
"Duuh... Mbak, apa kabar dosa-dosa saya, ya?" tanyanya polos. Tersirat nada cemas. Aku menyungging senyum untuknya di ujung ponsel dan menjawab, "Ya mana Mbak tahu. Disyukuri saja dalam keadaan sehat dan sakit. Sakit artinya ada dosa-dosa dunia yang berguguran."
"Iya, ya," jawabnya setuju. []


Seringkali aku berpikir dengan untaian sakit yang Allah beri. Ada nada-nada pengingkaran bahwa aku sudah menjaga semaksimal mungkin agar tubuhku fit dengan sederet agenda yang tanpa sadar ternyata mendzolimi diri. Aku sudah salah terhadap diriku sendiri hingga Allah turunkan aku sakit. Agar aku tertohok sejenak akan tarbiyah Allah. Pembelajaran yang mesti dipahami, diresapi, direnungi sebaik-baiknya. Tak sekadar lisan yang mengiyakan, tetapi juga hati dan perbuatan.

"Apa kabar dosa?"
Kalimat yang indah menurutku untuk hari ini. Dosa kita berkabar baikkah? Atau amat buruk? Sejauh manakah dosa yang sudah kita pikul. Sejauh manakah ia berlari? Sempatkah ia terhenti di satu titik lalu memutih tanpa cela? Kita tak tahu. Sudah sejauh mana ia berpacu.

"Apa kabar dosa?"
Kalimat yang membuatku diam. Merenung. Menciptakan hening.

"Apa kabar dosa?"
Kalimat yang memutarbalikkan pikiran dan hatiku. Makin bertanya pada diri, "Apa kabar dosaku? Sudah sejauh mana ia berlari?"
Semoga ia memutih perlahan sebelum aku kembali pada keharibaan. []


Bandarlampung, 19 Juli 2013

kutunaikan kembali "kewajibanku" menuliskan kamu: "kata berserakan dalam kepala."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...