Sabtu, 20 Juli 2013

Catatan Pagi: Melangitkan Syukur

Ba'da Subuh, aku sengaja tak ingin menuruti kantuk yang menusuk-nusuk mata. Mengondisikan tubuh untuk tidak tidur setelah sarapan dini hari, mungkin akan menyehatkan. Terlebih porsi berat badanku yang cukup wah (mungkin) sehingga tidur pagi aku minimalkan. Tilawah sudah kutunai. Dengan harapan, tahun ini dapat menoreh targetan yang lebih baik dari tahun lalu. Bagaimana trik-triknya, aku yakin tiap individu memiliki caranya tersendiri, termasuk diriku.

Pagi ini pukul 07.05. Rintikan hujan terdengar dari kamarku yang berukuran tak begitu luas. Sepertinya cukup deras air meluruhkan bau tanah kering. Sayang, aku tak dapat menikmati aromanya di luar sana.

Catatan pagi, memang ada hal yang ingin aku selusupkan dalam runutan waktu hidupku yang bergulir. Ini kali ketiga aku menunaikan kewajibanku dalam tulis-menulis. Bila ditanya, tilawahnya kapan? Ibadahnya kapan? Hei, tak perlulah sibuk bertanya. Tak perlu jualah kujawab. Sudah kusinggung sedikit tadi, tiap individu memiliki trik masing-masing. Tak perlulah aku paparkan pula sudah berapa juz yang kulahap di hari ke12 Ramadhan ini. Rasanya kurang baik. Namun, yang jelas, mencoba menyeimbangkan keduanya. Berjalan bersamaan agar tak melenceng dari norma Ilah.

Hujan masih asyik menari. Allahuma shoyyiban nafi'an. Lafal yang kubiasakan tatkala rahmat Allah itu turun ke bumi. Semoga hujan yang penuh rahmat.

Hari ini, agendaku sebenarnya padat hingga sore. Masa Orientasi Sekolah, hari ini adalah puncaknya. Namun, sayang, sungguh aku belum dapat bergabung. Kondisi yang mengharusnkanku untuk tidak beranjak dari rumah. Pun hari ini ada kelas menulis perdana FLP Cabang Bandarlampung untuk calon anggota angkatan II di belakang rektorat Unila. Maaf pun kusampaikan pada mereka. Semoga agenda berikutnya, aku bisa mengepakkan sayap.

Jadi, hari ini tetap full di rumah. Tak melakukan aktivitas berat apa pun. Mengangkat sepanci air pun, tidak. Banyak jalan pun, juga tidak. Sekadar membantu ibu di rumah jelang berbuka. sekadar mencuci piring yang kuyakin sudah menjadi kewajiban anak putri. Sekadar itu saja. Pakaian kotor menumpuk. Sedih, untuk sementara, aku tak bisa menunaikannya. Ahhhh... rasanya geregetan. Rasanya mau ciat ciiiat ciiiaaaaaattttt.... semua kukerjakan. Ya, semua ingin bet betttt beeeeet..... aku tunaikan kerjakan itu. Allahuma 'a fini fiibadanii....

Menyiapkan materi esok untuk mengajar. Slide power point tengah kubuat sambil ditemani ritme hujan. Entah, apakah esok aku sudah bisa berangkat? Entah, apakah esok aku sudah bisa membawa barang laptopku yang akan memikul beban di badan? Aku yakin, semua ada jalan. Allah akan memudahkan. Yang jelas, hari ini tetap siapkan amunisi untuk mengajar esok. Jangan pernah menunda waktu. Jangan pernah mencibirkan waktu yang akan datang pada esok.Tetap tunaikan hal apa pun yang ingin dikerjakan.

Sambil membuat power point, aku terusik dengan satu artikel yang telah terbit pada rubrik Resonansi di Republika Online. Buah karya Asma Nadia--penulis Indonesia aktif--salah satu motivatorku untuk terus menulis. Menulis untuk kebaikan. Judul tulisan Beliau: "Melangitkan Syukur". Singkat cerita, Asma Nadia cukup tertohok dengan penjamuan seorang wanita yang usianya sudah cukup tua ketika Beliau berkunjung ke Amsterdam. Namanya Ida. Asma biasa memanggil dengan sebutan Bunda Ida. Wanita itu sangat baik menjamu kedatangan Asma Nadia. Beliau ternyata terkena kanker. Sudah bertahun-tahun ia bertarung dengan sel-sel kanker yang terus menggerogoti tubuhnya. Kala itu, Asma Nadia beserta ibu, ditempatkannya di kamar utama sang pemiliki, padahal sang pemilik yang lebih membutuhkan kenyamanan tidur dengan kondisi tubuhnya yang sakit.

Ternyata rasa syukur menghilangkan keluhan. Rasa syukur juga yang mengalirkan ketenangan dan kekuatan, termasuk untuk berbuat bagi orang lain. Dengan kesehatan yang lebih baik dari perempuan yang sudah cukup tua (Ida), Asma merasa merasa belum banyak menampilkan kebaikan untuk orang lain, belum bisa maksimal memuliakan tamu, tak selalu menunjukkan keramahan yang jujur pada orang lain. Terlebih ketika Asma tahu, Bunda Ida belum juga memiliki keturunan. Namun, beliau menjaga baik keponakan-keponakannya. Hal-hal demikian yang membuat air mata Asma membayang.

Itu adalah cerita singkat. Masih banyak cerita lain, kekurangan orang lain yang amat jauh dari kita. Namun, mereka mungkin bisa jadi lebih mulia dari kita. Mulia akan sikap terhadap orang lain. Dengan kekurangan yang ada, mereka selalu berpikir keras bagaimana mengubahnya menjadi kelebihan-kelebihan yang terkadang tak dimiliki orang yang lain. Contoh mudahnya ialah menjamu tamu.

Itu hanya sekelumit cerita. Masih ada sekelumit cerita lain yang bisa dibubung tinggi, bisa jadi giliran kita tertohok dengan kondisi kita yang baik. Dengan kesehatan yang kita punya meskipun mungkin di antaranya ada yang tengah sakit. Namun, semoga saja, semangat itu takkan pernah surut. Semangat menjadi lebih baik. Semangat untuk terus meng-upgrade diri menapaki level yang lebih bermutu. Tetap bersyukur dengan apa yang telah dipunya. Makin melangitkan syukur dengan apa yang sudah kita punya. Harus tetap dilangitkan![]

wallahu a'lam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...