Rabu, 12 April 2017

Saya Hanya Ingin Belajar

www.google.com

Istilah rumput tetangga memang lebih hijau, adakalanya memang harus diterima dengan kelapangan. Ya, kalimat begini yang saya rasakan memang selama dua bulan tinggal di Solo, kotanya sarat budaya. Tak hanya budaya, tetapi juga jenis kuliner yang "berabur" di setiap sudut bahkan pinggir jalan dengan ala lesehan yang membuat para pengunjung merasa santai dan menikmati sajian makanan yang penuh kelezatan. 

Dua bulan, saya baru kali ini merasakan nyaman tidak tinggal di kota halaman sendiri. Bukan alasan mau tak mau, ya, karena urusan studi yang mesti dirampungkan maksimal dua tahun di Universitas Sebelas Maret, hasil dari perjuangan beasiswa hunter selama beberapa tahun ini, tetapi memang learn atmosphere yang mendukung sekali untuk menambah kompetensi kita di dunia pendidikan. Perpustakaan yang melayani Senin hingga Sabtu, dengan ketepatan operasional kerjanya dimulai pukul 8 pagi teng sampai dengan 9 malam, alias until mahasiswa ada di titik jenuh di depan laptop dengan seabrek tugas, juga mencari sana-sini literatur. Ini menjadi cacatan dan kenangan manis saya selama menjalani setudi menikmati sarana perpustakan yang mendukung. 

Untuk masalah perkuliahan, jangan ditanyakan lagi bagaimana proses dari almamater yang kini ada di urutan tiga sesuai BAN PT Indonesia. Ibaratnya, para dosen nggak ada yang mau meninggalkan satu pertemuan perkuliahan saja. Tugas dan tanggung jawab mereka memang tak bisa diragukan lagi. Daaan... tentunya juga dengan tugas yang selalu hilir dan never ending sampai akhir semester usai. Menikmati, menyenangkan dengan serangkaian kegiatan dari pagi hingga sore kuliah dan dilanjutkan menyambangi perpustakaan hingga malam suntuk. Ya... tholabul 'ilmi karena Lillah insya Allah akan ada jalan untuk segalanya dipermudahkan. Selain itu, ini saya anggap sebagai amanah apa yang saya kejar dan harus saya tunaikan pesan dari LPDP scholarship dengan menjalani jenjang pendidikan dengan baik dan penuh tanggung jawab karena mereka telah loyal membiayai saya, bahkan juga suami saya, yang kami sama-sama mendapatkan beasiswa dan belajar di kampus yang sama. Syukur tak bisa disampaikan hanya dengan kalimat demikian. 

Hanya ada satu ganjalan yang terus berputar-putar di benak. Dan ini membuat saya selalu merasa tak nyaman ketika kalimat-kalimat itu sempat mampir di telinga saya tidak hanya sekali. Bayang pun, tak hanya sekali! Kallimat-kalimat tidak sedap memang pernah saya dapatkan ketika perbandingan daya keintelegensian mahasiswa lulusan Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa. Dan kini, itu saya dapatkan secara langsung ketika proses perkulihan berlangsung. Tak hanya satu dosen yang terus memuji alumnus kampus tersebut dibandingkan dengan mahasiswa di luar kampus, bahkan di luar Pulau Jawa. Tak enak hati, pasti. Gereget, tidak tertinggal juga mampir di hati. 

Sepertinya, sebelum menjawab sebagai mahasiswa magister di almamater biru, bukankah proses penyaringan dilakukan dengan seleksi ketat berdasarkan pengakuan Kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia? Namun, mengapa masih ada para pendidik yang memicingkan sebelah mata? Berada di urutan ke-5 dari belasan mahasiswa yang diterima, bukanlah itu cukup menunjukkan dari luar Jawa pun memiliki kompeten yang tidak kalah baik. Tidak kalah semangat belajar dan berkompetisi bersama-sama. 

Saya hanya ingin belajar dan menikmati fasilitas di kampus ini dan menggunakan pundi-pundi bulanan dan semester dengan bijak dan penuh tanggung jawab. Karena bukankah semua ini akan diminta pertanggungjawaban di hadpan Tuhan dan masih ada berkelanjutannya berupa pengabdian diri untuk masyarakat di dunia pendidikan. Maka, tetap izinkan saya yang ingin belajar tanpa ada pandangan mata yang memicing. * 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...