Rabu, 12 April 2017

Cin Menanti Ta


www.google.com

Pertemuan-pertemuan panjang telah menarasikan kehidupan Cin dan Ta. Hidup seatap, gurau yang saling bertukar, hingga pertengkaran kecil yang menjadi bibit ikatan pernikahan mereka kian subur. Hampir tak ada cekcok barang sedikit pun. Cin yang pengertian akan kondisi keuangan Ta; Ta yang menerima Cin dengan segala kesibukannya di dapur meski Tak sepenuhnya setuju Cin menghabiskan seharian waktunya mengurusi tetek bengeng tentang masak-memasak. 

Bagi Ta, Cin bisa menyajikan menu siangnya dengan membeli di warung padang atau ayam penyet yang tak jauh dari rumah mereka. Tak perlu Cin selalu repot-repot sampai-sampai merasa kesal ketika sudah siap beraksi di dapur, sementara ia kelupaan membeli bumbu dapur. Ta tak ingin Cin selalu kelelahan. Ia ingin tak sekadar menu pagi dan malam dengan polesan lezat tersaji untuknya. Namun lebih dari itu. Ta tak ingin Cin kelelahan sehingga percintaan mereka terasa hambar. Ta ingin segera menggamit jari-jari mungil di antara perjalanan hidup mereka. Sebab Ta sadar, ia sudah dewasa. Sindiran teman sejawat yang sudah menghasilkan anak-anak bujang tak pernah henti. Ta ingin Cin paham tetang itu.

Suatu ketika, Cin jatuh sakit. Kepalanya pusing. Ia lunglai dan hampir terjatuh di ruangan kecil tempat ia beraksi membuat makanan. Ini kebetulan dan kebahagian tersndiri bagi Ta. Saatnya ia memperlakukan Cin dengan penuh sayang dan bisa lama-lama menatap perempuannya itu bersitirahat. 

Sejak Cin jatuh sakit, Ta meminta betul agar Cin jangan membuang waktunya hanya di depan dapur. Sempat ada protes dari Cin, tetapi pada siapa lagi Cin akan mengabdi, kalau bukan pada suaminya. Akhirnya, Cin sedikit melepas kebahagiaannya di dapur. Hingga suatu ketika, Ta mendapat kabar bahwa Cin selalu mual-mual beberapa hari ini. Ta sudah menebak, buah cinta akan hadir di antara mereka. Dengan gegap sukacitanya, Ta serta merta membawa Cin ke dokter kandungan. Benar tebakan Ta. Sebagai suami, ia menaruh harap besar pada istrinya. Tiap waktu dijaganya perut yang terus-terusan membuncit. Tak tertinggal, rapalan doa senantiasa ditanamnya untuk kekasih dan calon bayinya. 

Untuk sekian minggu, Ta berpamitan pada istri dan jabang bayinya. Mengelus-elus dan mengajak janinnya berbincang. Meski tak ada responan, Ta tetap bahagia. Segunung rindu sudah meletup-letup sebelum ia meninggalkan rumahnya untuk ke luar kota dalam hitungan sepekan--dua pekan. Bagi Cin, ini kesempatan emas. Atraksi akan segera ia mulai. 

Satu jam keberangkatan Ta, Cin beraksi di dapur. Ia pun menghubungi teman-tema lamanya yang sudah jarang sekali bertemu langsung. Ya, hingga sepekan pertemuan Cin bersama teman-temannya. Betapa senangnya, Cin setelah subuh langsung melesatkan kakinya di antara keramaian pengunjung pasar. Memilih-milih jenis ikan hingga sayur yang meruah di badan pasar. Betapa senang. Betapa dunianya merasa kembali.

Tapi sayang, penantian indah, rapalan doa sang suami, seperti menjadi angin ketika kegilannya di dapur menyala-nyala. Cin tiba-tiba merasa kuyu. Orang-orang seperti menari-nari dan berputar-putar mengelilinginya hingga tak lama ia jatuh. Tubuhnya ambruk begitu saja.

Doa...
Harapan seperti menjadi cerita saja.

Ta meraung.
Cin menyesal.

Cin dan Ta sepertinya luput dari perasaan mereka yang dulu.
Sapa menjadi harga mahal di antara keduanya.

Bahkan lagu cinta di antara Cin dan Ta sudah jarang mereka putar.
Cin menanti Ta bergemuruh doa di bibirnya.
Namun, Ta enggan. 

Tama hanya ingin mendoakan kebahagian untuknya. *      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa

Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...