Ba'da Subuh, aku sengaja tak ingin menuruti kantuk yang menusuk-nusuk
mata. Mengondisikan tubuh untuk tidak tidur setelah sarapan dini hari,
mungkin akan menyehatkan. Terlebih porsi berat badanku yang cukup wah
(mungkin) sehingga tidur pagi aku minimalkan. Tilawah sudah kutunai.
Dengan harapan, tahun ini dapat menoreh targetan yang lebih baik dari
tahun lalu. Bagaimana trik-triknya, aku yakin tiap individu memiliki
caranya tersendiri, termasuk diriku.
Pagi ini pukul 07.05.
Rintikan hujan terdengar dari kamarku yang berukuran tak begitu luas.
Sepertinya cukup deras air meluruhkan bau tanah kering. Sayang, aku tak
dapat menikmati aromanya di luar sana.
Catatan pagi,
memang ada hal yang ingin aku selusupkan dalam runutan waktu hidupku
yang bergulir. Ini kali ketiga aku menunaikan kewajibanku dalam
tulis-menulis. Bila ditanya, tilawahnya kapan? Ibadahnya kapan? Hei,
tak perlulah sibuk bertanya. Tak perlu jualah kujawab. Sudah kusinggung
sedikit tadi, tiap individu memiliki trik masing-masing. Tak perlulah
aku paparkan pula sudah berapa juz yang kulahap di hari ke12 Ramadhan
ini. Rasanya kurang baik. Namun, yang jelas, mencoba menyeimbangkan
keduanya. Berjalan bersamaan agar tak melenceng dari norma Ilah.
Hujan masih asyik menari. Allahuma shoyyiban nafi'an. Lafal yang kubiasakan tatkala rahmat Allah itu turun ke bumi. Semoga hujan yang penuh rahmat.
Hari
ini, agendaku sebenarnya padat hingga sore. Masa Orientasi Sekolah,
hari ini adalah puncaknya. Namun, sayang, sungguh aku belum dapat
bergabung. Kondisi yang mengharusnkanku untuk tidak beranjak dari rumah.
Pun hari ini ada kelas menulis perdana FLP Cabang Bandarlampung untuk
calon anggota angkatan II di belakang rektorat Unila. Maaf pun
kusampaikan pada mereka. Semoga agenda berikutnya, aku bisa mengepakkan
sayap.
Jadi, hari ini tetap full di rumah. Tak
melakukan aktivitas berat apa pun. Mengangkat sepanci air pun, tidak.
Banyak jalan pun, juga tidak. Sekadar membantu ibu di rumah jelang
berbuka. sekadar mencuci piring yang kuyakin sudah menjadi kewajiban
anak putri. Sekadar itu saja. Pakaian kotor menumpuk. Sedih, untuk
sementara, aku tak bisa menunaikannya. Ahhhh... rasanya geregetan. Rasanya mau ciat ciiiat ciiiaaaaaattttt.... semua kukerjakan. Ya, semua ingin bet betttt beeeeet..... aku tunaikan kerjakan itu. Allahuma 'a fini fiibadanii....
Menyiapkan materi esok untuk mengajar. Slide power point
tengah kubuat sambil ditemani ritme hujan. Entah, apakah esok aku sudah
bisa berangkat? Entah, apakah esok aku sudah bisa membawa barang
laptopku yang akan memikul beban di badan? Aku yakin, semua ada jalan.
Allah akan memudahkan. Yang jelas, hari ini tetap siapkan amunisi untuk
mengajar esok. Jangan pernah menunda waktu. Jangan pernah mencibirkan
waktu yang akan datang pada esok.Tetap tunaikan hal apa pun yang ingin
dikerjakan.
Sambil membuat power point, aku terusik dengan satu artikel yang telah terbit pada rubrik Resonansi di Republika Online.
Buah karya Asma Nadia--penulis Indonesia aktif--salah satu motivatorku
untuk terus menulis. Menulis untuk kebaikan. Judul tulisan Beliau: "Melangitkan Syukur".
Singkat cerita, Asma Nadia cukup tertohok dengan penjamuan seorang
wanita yang usianya sudah cukup tua ketika Beliau berkunjung ke
Amsterdam. Namanya Ida. Asma biasa memanggil dengan sebutan Bunda Ida.
Wanita itu sangat baik menjamu kedatangan Asma Nadia. Beliau ternyata
terkena kanker. Sudah bertahun-tahun ia bertarung dengan sel-sel kanker
yang terus menggerogoti tubuhnya. Kala itu, Asma Nadia beserta ibu,
ditempatkannya di kamar utama sang pemiliki, padahal sang pemilik yang
lebih membutuhkan kenyamanan tidur dengan kondisi tubuhnya yang sakit.
Ternyata
rasa syukur menghilangkan keluhan. Rasa syukur juga yang mengalirkan
ketenangan dan kekuatan, termasuk untuk berbuat bagi orang lain. Dengan
kesehatan yang lebih baik dari perempuan yang sudah cukup tua (Ida),
Asma merasa merasa belum banyak menampilkan kebaikan untuk orang lain,
belum bisa maksimal memuliakan tamu, tak selalu menunjukkan keramahan
yang jujur pada orang lain. Terlebih ketika Asma tahu, Bunda Ida belum
juga memiliki keturunan. Namun, beliau menjaga baik
keponakan-keponakannya. Hal-hal demikian yang membuat air mata Asma
membayang.
Itu adalah cerita singkat. Masih banyak cerita
lain, kekurangan orang lain yang amat jauh dari kita. Namun, mereka
mungkin bisa jadi lebih mulia dari kita. Mulia akan sikap terhadap orang
lain. Dengan kekurangan yang ada, mereka selalu berpikir keras
bagaimana mengubahnya menjadi kelebihan-kelebihan yang terkadang tak
dimiliki orang yang lain. Contoh mudahnya ialah menjamu tamu.
Itu
hanya sekelumit cerita. Masih ada sekelumit cerita lain yang bisa
dibubung tinggi, bisa jadi giliran kita tertohok dengan kondisi kita
yang baik. Dengan kesehatan yang kita punya meskipun mungkin di
antaranya ada yang tengah sakit. Namun, semoga saja, semangat itu takkan
pernah surut. Semangat menjadi lebih baik. Semangat untuk terus meng-upgrade diri
menapaki level yang lebih bermutu. Tetap bersyukur dengan apa yang
telah dipunya. Makin melangitkan syukur dengan apa yang sudah kita
punya. Harus tetap dilangitkan![]
wallahu a'lam bishawab.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Membedakan Sifat-Sifat dan Ragam Bahasa
Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...
-
Bandarlampung, Minggu (30/6) kabar baik untuk SMP IT Ar Raihan. Pasalnya, Zulfa Nurul Izzah—siswa SMP IT Ar Raihan—menyabet juara III ...
-
Akhir pekan, waktu yang asyik berkumpul bersama keluarga. Terlebih buat ibu pekerja yang sehari-hari berkutat di kantoran. Weekend menja...
-
Silakan pahami narasi-narasi berikut sehingga Saudara dapat memahami perbedaan sifat-sifat bahasa! 1. Fakta sejarah bahwa orang atau kelompo...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar